Senin, 09 Juni 2014

ANALISIS SURAH AL-FATIHAH AYAT KE-6 BERDASARKAN TAFSIR IBNU KATSIR


ANALISIS SURAH AL-FATIHAH AYAT KE-6 BERDASARKAN TAFSIR IBNU KATSIR
Image
NAMA                  : SITI HADIJAH
KELAS/NPM      : VIF/116210090
TUGAS  KE-6       : SEMANTIK

Soal :
Kenapa dalam surah Al-Fatihah pada kalimat “Ihdinassirathal mustaqim” Artinya adalah Tunjukilah kami jalan yang lurus. Kenapa harus kata “Di jalan yang “lurus”? Bukan di jalan yang “benar”?
Jawab :

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhP9ueaPQBHLJbzOs3T8yNyRZY9uxDsP5YIxWHO8dJ8Ce7ew4mawEFo2iNYxDUcGyhIKX_orKzTdR_ffFtb-Qa9aAVp_26IyJQMLHsmkKuzZXefCuI0JpGrlI_Hd5-eybKEsloZ2d2f2Ko/s1600/Ihdinas-Shiratal+Mustaqim.jpg
Artinya: Tunjukilah kami pada jalan yang lurus[11]



1. Analisis Berdasarkan Tafsir Ibnu Kasir

Merupakan suatu hal yang baik bila seorang yang mengajukan permohonan kepada Allah Swt terlebih dahulu memuji-Nya, setelah itu baru memohon kepada-Nya apa yang dia hajatkan-juga buat saudara-saudara yang beriman-melalui ucapannya, "Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus." Cara ini lebih membawa kepada keberhasilan dan lebih dekat untuk diperkenankan oleh-Nya; karena itulah Allah memberi mereka petunjuk cara ini, mengingat Ia paling sempurna. Adakalanya permohonan itu diungkapkan oleh si pemohon melalui kalimat berita yang mengisahkan keadaan dan keperluan dirinya, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Nabi Musa a.s. dalam firman-Nya: "Ya Tuhanku,sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (Al-Qasas: 24)
Al-hidayah atau hidayah yang dimaksud dalam ayat ini ialah bimbingan dan taufik (dorongan). Lafaz hidayah ini adakalanya muta'addi dengan sendirinya, sebagaimana yang terdapat dalam ayat di bawah ini : "Tunjukilah kami jalan yang lurus" (Al-Fatihah: 6) Maka al-hidayah mengandung makna "berilah kami ilham atau berilah kami taufik, atau anugerahilah kami, atau berilah kami”. Makna hidayah dalam ayat-ayat di atas ialah bimbingan dan petunjuk, begitu pula makna yang terkandung di dalam firman lainya, yaitu: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus" (Asy-Syuura: 52)
Mengenai as-siraatal mustaqiim, menurut Imam Abu Ja'far ibnu Jarir semua kalangan ahli takwil telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan siraatal mustaqiim ialah "jalan yang jelas lagi tidak berbelok-belok (lurus)" Penegrtian ini berlaku di kalangan semua dialek bahasa Arab
Menurutnya, syawahid (bukti-bukti) yang menunjukan pengertian tersebut sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya. Kemudian ia mengatakan, "Setelah itu orang-orang Arab menggunakan sirat ini dengan makna isti'arah (pinjaman), lalu digunakan untuk menunjukan setiap ucapan , perbuatan, dan sifat baik yang lurus atau yang menyimpang. Maka jalan yang lurus disebut mustaqiim, sedangkan jalan yang menyimpang disebutmu'awwij". Selanjutnya ungkapan para ahli tafsir dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf berbeda dalam menafsirkan lafaz sirat ini, sekalipun pada garis besarnya mempunyai makna yang sama, yaitu mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya
Telah diriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan sirat ialah Kitabullah alias Al-Qur'an. Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Yaman...dari Al - Haris Al-A'war sendiri, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda : "Siraatal Mustaqiim adalah Kitabullah." Menurut pendapat lain , siraatal mustaqim adalah al-islam (agama Islam). Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril pernah berkata kepada Nabi Muhammad Saw., "Hai Muhammad, katakanlah, 'Tunjukilah kami jalan yang lurus" Makna yang dimaksud ialah "berilah kami ilham jalan petunjuk, yaitu agama Allah yang tiada kebengkokan di dalamnya" maimun ibnu Mihran meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman-Nya:"Tunjukilah kami jalan yang lurus." (Al-Fatihah: 6) Bahwa makna yang dimaksud dengan "jalan yang lurus" itu adalah "agama Islam".

2. Analisis Berdasarkan Hadis

Dalam hadis berikut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya disebutkan telah meriwayatkan kepada kami Al-Hasan ibnu Siwar Abul Ala...dari An-Nawwas ibnu Sam'an, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: "Allah membuat suatu perumpamaan, yaitu sebuah jembatan yang lurus, pada kedua sisinya terdapat dua tembok yang mempunyai pintu-pintu terbuka, tetapi pada pintu-pintu tersebut terdapat tirai yang menutupinya, sedangkan pada pintu masuk ke jembatan itu terdapat seorang penyeru yang menyerukan 'Hai manusia, masuklah kalian semua ke jembatan ini dan janganlah kalian menyimpang darinya.' dan diatas jembatan terdapat pula seorang juru penyeru; apabila ada seseorang hendak membuka salah satu dari pintu-pintu (yang berada pada kedua sisi jembatan) itu, maka juru penyeru berkata, 'Celaka kamu, janganlah kamu buka pintu itu, karena sesungguhnya jika kamu buka niscaya kamu masuk ke dalamnya." Jembatan itu adalah agama Islam, kedua tembok adalah batasan-batasan (hukuman-hukuman had) Allah, pintu-pintu yang terbuka itu adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah, sedangkan juru penyeru yang berada di depan pintu jembatan adalah Kitabullah, dan juru penyelamat yang berada di atas jembatan itu adalah nasihat Allah yang berada dalam kalbu setiap orang muslim."
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Abun Naqdr Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Hamzah ibnul Mugiroh, dari Asim Al-Ahwal, dari Abul Aliyah mengenai makna "Tunjukilah kami ke jalan yang benar" bahwa yang dimaksud dengan jalan yang benar adalah Nabi Saw. sendiri dan kedua sahabat yang menjadi khalifah sesudahnya (yaitu Abu Bakar dan Umar r.a.) Asim mengatakan "Lalu kami ceritakan pendapat tersebut kepada Al-hasan, maka Al-Hasan berkata, 'Abul Aliyah memang benar dan telah menunaikan nasihatnya'.
Semua pendapat di atas adalah benar, satu sama lainnya saling memperkuat, karena barang siapa mengikiuti Nabi Saw. dan kedua sahabatnya yang sesudahnya (yaitu Abu bakar dan Umar r.a.) berarti mengikuti jalan yang hak (benar ; dan barang siapa yang mengikuti jalan yang benar , berarti dia mengikuti jalan Islam. barang siapa mengikuti jalan islam berarti mengikuti Al-Qur'an, yaitu Kitabullah atau tali Allah yang kuat atau jalan yang lurus. Semua definisi yang telah dikemukakan di atas benar, masing-masing membenarkan yang lainnya. Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fadl As-Siqti ...dari Abu Wa'il dari Abdullah yang mengatakan bahwa siraatal mustaqim itu ialah apa yang ditinggalkan oleh Rasullulah Saw buat kita semua dan Imam Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan bahwa takwil yang lebih utama bagi ayat berikut, yakni: "Tunjukilah kami jalan yang lurus" (Al- Fatihah: 6) ialah "berilah kami taufik keteguhan dalam mengerjakan semua yang Engkau ridai dan semua ucapan serta perbuatan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat taufik di antara hamba-hamba-Mu", yang demikian itu adalah siraatal mustaqiim (jalanyang lurus) Dikatakan demikian karena orang yang telah diberi taufik untuk mengerjakan semua perbuatanyang pernah dilakukan oleh orang-orang yang telah mendapat nikmat taufiq dari Allah di antara hamba-hamba-Nya yakni dari kalangan para nabi, para siddiqin, para syuhada, dan orang-orang yang saleh-berarti dia telah mendapat taufik dalam Islam, berpegang teguh kepada Kitabullah, mengerjakan semua yang diperintahkan oleh Allah, dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta mengikuti jejak Nabi Saw. dan empat khalifah sesudahnya serta jejak setiap hambayang saleh. Semua itu termasuk kedalam pengertian siraatal mustaqiim (jalan yang lurus).

3. Analisis Berdasarkan SEMANTIK
Berdasarkan analisis semantik, jalan yang lurus dalam hal ini merupakan jalan yang diinginkan umat manusia yang meminta taufiq dan hidayah kepada jalan yang lurus yang tidak ada kebengkokan padanya. Artinya jalan yang merupakan suatu ilmu tentang kebenaran dan pengalaman yang dapat menyampaikan kepada Allah Swt. untuk mengharap surga dan pemuliaan-Nya di akhirat kelak. Selain itu kata-kata “jalan yang lurus” termasuk ke dalam makna stilistika, yaitu gaya pemilihan kata sehubung dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Karena itulah penggunaan kata “lurus” lebih tepat dari pada kata “benar” sesuai dengan bidang keagamaan, jalan yang lurus yang dimaksudkan adalah jalan hidup yang benar yang dapat membuat bahagia di dunia dan akhirat dan sesuai dengan yang diridhoi Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar